Stressing pada Pendidikan, Perlukah?

Selamat malam sobat blogger semuanya..
Sudah berdebu juga blog ane, maklum gan jarang update, karena kesibukan lain dan mungkin, yaah, masih kurang ide lah hehe..

Oke deh, malam ini topiknya sepertinya agak berat juga ya. Ane sebenarnya udah lama mau ngepost ini, tapi mungkin baru sempat nulis lagi, jadi yes, ane akan bahas..

Untuk yang lagi dalam pendidikan wajib seperti sekolah, apakah Anda pernah, atau sering, mendapat perlakuan stressing? Atau mungkin Anda pernah menjadi pelaku stressing? Oke, ane batasin ruang lingkupnya pada pendidikan wajib tingkat menengah, jadi seperti SMP SMA gitu. Apakah ada? Pasti ada, cuman gamau ngaku kali ya...
Mungkin juga pada belum paham definisi dari stressing ini, ya kutipan dibawah mungkin bisa memperjelas

Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.[1]

Ane sering banget nemuin kasus tentang stressing ini, baik di tingkat SMP maupun SMA. Mungkin kita tidak sadar, pada awal masuk ke sekolah baru, seperti SMP ataupun SMA, pasti ada MOS kan? Ntah kenapa, MOS di Indonesia modelenya, kalo ane perhatikan, malah seperti pembodohan massal. Ke sekolah disuruh bawa banyak peralatan, atribut, dsb, yang sebenarnya gak ada nyambungnya sama sekali dengan tujuan pendidikan. Belum lagi pasti ada waktunya para peserta dibentak-bentak oleh senior, gaboleh ngelawan. Kata para oknum senior, yang sering melakukan stressing, tujuan dari dibentak bentak adalah membentuk mental para peserta didik, supaya kuat dan mantap.
Bukan cuman di MOS yang ada seperti ini. Banyak ekskul yang ada di sekolah juga menerapkan stressing pada anggotanya, baik pada proses penerimaan, maupun agenda rutin. Yang hebatnya, supaya lebih jozz, stressingnya dilakukan setelah latihan fisik yang berat, atau setelah aktivitas yang menguras tenaga, sehingga katanya lebih "terasa".

Banyak yang pro dengan stressing ini. Kata "mereka" yang pernah terlibat dalam aktivitas ini, stressing bisa melatih mental dan fisik, sehingga lebih tahan banting. Selain itu, jika dilakukan dengan tepat, bisa meningkatkan kekompakan dan rasa peduli terhadap sesama. Kemudian, juga untuk menanamkan nilai nilai moral esensial yang mungkin sudah banyak hilang karena tergerus jaman.

Tetapi tidak sedikit yang kontra dengan aktivitas ini. Banyak sekali kasus yang melibatkan stressing, malah membuat mental peserta didik jatuh, dan kemudian tidak mau lagi mengikuti berbagai kegiatan organisasi. Pernah juga, akibat stressing yang berlebihan, peserta didik mengalami cacat fisik. 

Sebenarnya, dari sudut pandang ane sendiri, ane bisa menangkap berbagai macam hal yang terjadi, baik positif maupun negatif dari stressing ini. Dalam beberapa kasus, pernah ada sekolah yang benar-benar bebas stressing, tapi dikemudian hari lulusannya tidak mampu bersaing dengan dunia kerjanya. Kenapa? Jelas, dibentak sedikit langsung pusing bahkan pingsan. Tapi, kasus yang terjadi akibat stressing ini juga banyak. Dalam hal ini, tentu kita bisa menarik jalan tengah yang terbaik dari studi kasus yang terjadi.

Jalan tengah yang ane usulkan adalah ane setuju pembinaan dengan stressing, tetapi dengan pendekatan yang lebih bermoral dan jelas. Kenapa ane setuju? Karena memang, dalam praktek nyata, tidak ada suatu pekerjaan yang ringan dan bebas masalah. Tetapi, ane menekankan kembali, bahwa stressing yang ane sarankan adalah disesuaikan dengan tingkatan peserta didik. Untuk tingkatan SMP, mungkin akan lebih baik jika peserta didik dilatih untuk berani tampil didepan umum. Apakah hal ini termasuk stressing? Tentu saja. Siswa yang terbiasa dengan zona aman, akan merasa terancam dan berusaha untuk bangkit dan menyelesaikan tantangan tadi. Hal ini tentu lebih terarah dan bermanfaat dibandingkan dengan membuat atribut tidak jelas dan dibentak-bentak tidak jelas.
Untuk yang lebih senior, akan lebih baik jika stressing dibuat menjadi simulasi dari masalah dunia nyata yang akan dihadapi, seperti membentuk kepanitiaan dengan sistem SC OC, dimana steering commitee akan membantu peserta dalam menjalankan acara. Di tahap ini sedikit efek verbal seperti teguran langsung boleh dimasukkan sedikit, mengingat tingkat kedewasaan peserta. Hal ini tidak perlu dilakukan terus menerus, tetapi cukup sekali dua kali saja, agar tetap menjaga konsistensi hasil yang ingin diraih.

Akhirnya, mungkin hanya ini saja sih coretan ane. Ane berharap, dengan semakin terstrukturnya sistem pendidikan di indonesia, baik formal maupun nonformal, praktek stressing yang berlebihan dapat dicegah dan diarahkan menjadi lebih baik.

Sumber : http://www.lovethispic.com

Referensi :
[1] http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html

No comments

Powered by Blogger.